Biro Umum dan ASD – Duuaarr… Tiba-tiba jantung warga balaikota terasa seperti meloncat dari tubuhnya. Suara mengelegar itu datang dari petir. Salah satu fenomena di alam yang suaranya tidak jarang bikin kita kaget terkejut. Petir ya petir..sering dianggap berbahaya dan menakutkan terutama di kala hujan deras terjadi. Suaranya yang menggelegar membuat setiap yang mendengarnya segera menutup telinga. Bahkan beberapa orang dikabarkan meninggal dunia karena tersambar oleh petir. Namun di balik itu semua, tahukah warga balaikota kalau petir yang bikin deg-degan jantung kita ini ternyata punya manfaat juga untuk kita semua.
Menurut Jurnal Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2017 yang ditulis oleh Jaka Anugrah Ivanda Paski, Yusuf Hadi Permana dan Dyah Ajeng Sekar Pertiwi berjudul Analisa Sebaran Petir Cloud To Ground (CG) di wilayah Jabodetabek Pada Tahun 2016, petir merupakan gejala listrik alami dalam atmosfer. Petir didefinisikan sebagai pelepasan muatan lisirik dengan arus yang cukup tinggi dan bersifat sangat singkat yang biasanya terjadi pada saat awan Cumulunimbus (Cb). Dari definisi yang lain, Petir merupakan pelepasan muatan elektrostatis disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik lainnya. Awan yang berpotensi menimbulkan petir adalah awan Cumulonimbus yang tumbuh akibat pemanasan tinggi di permukaan bumi. Pemanasan di permukaan bumi ini mendorong uap air naik ke atas dengan cepat. Oleh karena itu, ciri-ciri awan Cumulonimbus adalah bentuknya yang menggumpal seperti kapas dan membubung tinggi di langit.
Sementara Guru Besar ITB, Prof. Dr. Dipl.Ing.Ir. Reynaldo Zoro mengatakan, ada tiga syarat yang harus terpenuhi sehingga petir dapat terjadi. Pertama adanya panas matahari yang menguapkan air, kedua terdapat partikel mengambang di udara yang biasanya dari garam laut atau polutan industri, dan ketiga kelembapan suatu daerah. Indonesia yang terletak di garis Katulistiwa, termasuk sebagai negara dengan jumlah petir yang banyak. Dia juga menjelaskan, petir terbentuk dari awan Comonolimbous. Di dalam awan tersebut, terdapat partikel bermuatan positif (+) dan negatif (-). Partikel yang positif tersebut berkumpul di atas, dan negatif berkumpul di bawah. Kemudian saling bergesekan, sehingga jika energinya cukup maka akan dilepaskan dalam bentuk petir.
Dijelaskan oleh Prof. Zoro, umumnya petir itu paling banyak terjadi di kala musim hujan. Petir ini ada yang berasal dari muatan positif dan dari muatan negatif. Ada dari awan ke tanah, ada dari tanah ke awan. Jika ujung petir cabangnya ke bawah, berarti sumbernya dari awan ke tanah, sementara kalau sebaliknya maka sumber petir dari tanah ke awan. “Yang paling banyak terjadi, dari muatan negatif di awan ke bawah (tanah),” terangnya.
Untuk wilayah Jabodetabek sendiri menurut Jurnal Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2017, hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaka Anugrah Ivanda Paski dkk., diketahui bahwa secara spasial, kerapatan sambaran petir CG umumnya terjadi di wilayah Bogor yang merupakan daerah dataran tinggi dan daerah di perairan laut Jawa utara Jabodetabek. Dari hasil analisis sambaran petir menunjukan bahwa daerah rawan petir terjadi pada daerah pegunungan dan daerah laut Jawa perairan utara Jabodetabek. Faktor topografi sangat berperan dalam pembentukan awan. Orografi sangat berpengaruh dalam pembentukan awan Cumulonimbus di wilayah pegunungan dan konveksi udara berpengaruh pada pembentukan awan Cumulonimbus di perairan. Terlihat juga dari hasil bahwa kota-kota di pinggiran Jakarta lebih rentan dengan sambaran petir dibandingkan wilayah Jakarta. Hal ini disebabkan oleh faktor ketinggian permukaan yang menunjukan bahwa wilayah Jakarta seperti sebuah cekungan dengan wilayah yang lebih tinggi mengelilinginya. Selain itu, wilayah sekitaran Jakarta juga merupakan sentra industri yang terdapat banyak pabrik-pabrik besar yang sangat rentan dengan sambaran petir.
Hubungan antara kerapatan petir dan ketinggian mengindikasikan korelasi positif. Semakin tinggi posisi suatu wilayah semakin tinggi aktivitas sambaran petirnya. Untuk wilayah Jabodetabek, daerah gunung Salak di wilayah Bogor merupakan daerah dengan kerapatan petir yang paling tinggi. Petir terjadi dengan intensitas kejadian yang konsisten dan berbanding lurus dengan ketinggian di wilayah Bogor. Hubungan ini lebih dikarenakan oleh faktor topografi yang meyebabkan pertumbuhan awan-awan konvektif akibat proses orografi, yaitu proses naiknya massa udara yang diakibatkan oleh kontur dataran tinggi/gunung sehingga tumbuh menjadi awan-awan konvektif.
Intensitas petir tertinggi terjadi pada periode musim peralihan yaitu pada bulan Maret – April – Mei tahun 2016. Secara temporal, intensitas sambaran petir perbulan menunjukan adanya hubungan yang erat antara total sambaran petir dengan fenomena atmosfer seperti DMI, El Nino – La Nina, MJO dan NCS.
Dari Prof. Zoro, Guru Besar pada Kelompok Keahlian (KK) Teknik Ketenagalistrikan, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB itu mengatakan bahwa petir sejatinya adalah sahabat bagi kehidupan di bumi. Banyak manfaat dihasilkan ketika terjadi petir. "Sebetulnya petir jangan ditakuti, petir itu menghasilkan nitrat yang dibawa oleh hujan yang bagus buat tumbuhan, petir juga menghasilkan ozon untuk menutupi sinar ultraviolet. Jadi petir itu sebetulnya sahabat kehidupan," ucapnya. Sementara menurut Daniel S. Helman, dalam Jurnal Global Challenges menyebut bahwa petir dapat digunakan untuk mengolah bahan. Busur listriknya juga telah digunakan untuk mengubah produk limbah, terutama asbes, dalam penelitian di Laboratorium Penelitian Konstruksi Korps Insinyur Angkatan Darat AS.
Berkaitan dengan kejadian adanya orang yang tersambar petir, atau rusaknya alat elektronik, hal itu menurut Prof. Zoro disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap petir. Dia menjelaskan, petir seringkali menyambar terhadap struktur bangunan yang lebih tinggi. Untuk itu, jika ada bangunan pencakar langit atau rumah yang lebih tinggi dari rumah lainnya, maka perlu dilindungi oleh penangkal petir.
Jika sedang berada di lapangan terbuka, seperti di sawah atau lapangan sepakbola, maka jika sudah muncul tanda-tanda akan terjadi petir harus segera menghentikan aktivitas dan berlindung atau jika tak sempat, bisa merapatkan kedua kaki dan membungkuk hampir sejajar dengan tanah. Bersandar di pohon pun harus hati-hati karena rambatannya. “Kalau nyender di pohon tinggi harus ada jarak minimun satu meter. Karena bisa loncat ke arah kita,” ungkap Prof. Zoro.
“Kalau sedang berada di sawah, dan tengah berlindung di saung-saung, juga harus diperhatikan karena posisi saung adalah struktur bangunan paling tinggi ketika di sawah, untuk itu perlu penangkal petir yang ditancapkan di sisi saung, dengan jarak lebih dari 1 meter dari saung,” tambah Prof. Zoro.
Nah, warga balaikota sekarang kira kira masih takut kah sama suara gelegar petir setelah tahu kalau ia juga bermanfaat? Seperti dalam pesan Prof.Zoro, selalu ingat jika warga balaikota sedang berada diluar rumah jangan lupa untuk mencari tempat yang aman untuk berlindung ya agar tetap selamat sampai di rumah.
Sumber:
https://www.itb.ac.id/berita/detail/57093/mengenal-petir-dan-manfaatnya-bagi-kehidupan-di-bumi
Helman, DS, Petir untuk Penggunaan Energi dan Material: Tinjauan Terstruktur, Glob Chall. 2020 Aug 5;4(10):2000029. doi: 10.1002/gch2.202000029. eCollection 2020 Oct. PMID: 33033628
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/pmc/articles/PMC7533849/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
Paski , Jaka Anugrah Ivanda, Yusuf Hadi Permana, Dyah Ajeng Sekar Pertiwi, ANALISIS SEBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG) DI WILAYAH JABODETABEK PADA TAHUN 2016, https://doi.org/10.21009/03.SNF2017 VOLUME VI, OKTOBER 2017 p-ISSN: 2339-0654
Dec 05, 2023
Dec 07, 2022
Nov 28, 2023
Mar 13, 2024
Mar 07, 2024
Mar 04, 2024